Sikap phobia atau takut terhadap simbol ke-Islaman seperti syari’at cadar atau burka, ternyata tidak hanya terjadi di negara-negara Kafir diluar negeri seperti Perancis, Belanda atau Swiss.
Seperti diketahui bersama, tahun lalu Pemerintah Perancis resmi memberlakukan larangan pemakaian cadar atau hijab syar’i bagi warganya saat berada di tempat umum seperti maal, kampus, dan lain sebagainya.
Kebijakan diskriminatif ini menjadikan Perancis yang mengklaim sebagai negara Demokratis, justru sebagai negara pertama di Eropa yang melarang warganya memakai penutup wajah khas muslimah tersebut.
Setelah Perancis, negara Eropa lainnya yakni Pemerintah Belanda melarang penggunaan cadar, seperti burka dan segala bentuk hijab yang sesuai syar’i lainnya yang menutupi muka di tempat umum.
...Tanggal 21 September 2013 pada mata kuliah jam kedua, tepatnya jam 13.05 WIB, saya mendapat SMS dari Bu Siti, selaku Sekpro meminta untuk ketemuan...
“Setiap orang harus dapat melihat muka satu sama lain agar dapat dikenali ketika bertemu,” ujar Menteri Dalam Negeri Belanda. Peraturan ini, mejadikan Belanda negara Uni Eropa kedua setelah Perancis yang melarang penggunaan burka.
Kabar yang terakhir, pemerintah Swiss pada hari Minggu (22/09/2013) akan melarang pemakaian cadar yang menutupi seluruh wajah, setelah dilakukan referendum terhadap busana muslimah yang sangat mulia itu.
Pelaksanaan referendum tersebut akan menjadi pertama kalinya di salah satu wilayah di Swiss (dari 26 wilayah yang ada, setara dengan negara bagian AS) yang memberlakukan larangan penggunaan burka atau cadar.
Dan kini, langkah sejumlah orang maupun lembaga yang anti terhadap Syari’at Islam yang mulia itu ditunjukkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) Jakarta terhadap mahasiswinya.
...Awalnya mereka memperkenalkan diri sambil menjabat tangan saya. Awalnya saya di tanya kapan saya mulai memakai cadar, lalu perbincangan selanjutnya mengarah pada sikap pihak kampus terhadap cadar yang saya pakai...
Sumayyah, mahasiswi yang baru masuk pada tahun ajaran baru 2013 dikeluarkan pihak kampus yang berdiri sejak 26 Juli 2000 silam hanya karena memakai cadar yang diyakininya sebagai sebuah kewajiban bagi seorang muslimah.
“Pada tanggal 21 September 2013 pada mata kuliah jam kedua, tepatnya jam 13.05 WIB, saya mendapat SMS dari Bu Siti, selaku Sekpro (Sekretaris Program –red) meminta untuk ketemuan,” kata Summayah kepada voa-islam.com, Ahad (22/9/2013) siang.
“Sekitar jam 4 sore kurang sedikit, kemudian saya menemui Ibu Sekpro yang saat itu ditemani seorang rekannya di ruang pimpinan kampus,” imbuhnya.
Awalnya, wanita yang akrab disapa Maya ini berbincang ringan dan santai dengan Bu Siti dan rekannya. Namun kemudian, Bu Siti menyampaikan sikap kampus yang tidak bisa menerima keadaan Maya yang memakai cadar.
...Pihak kampus memberikan pilihan yang intinya apabila saya mau mengikuti perkuliahan maka saya harus membuka cadar...
“Awalnya mereka memperkenalkan diri sambil menjabat tangan saya. Awalnya saya di tanya kapan saya mulai memakai cadar, lalu perbincangan selanjutnya mengarah pada sikap pihak kampus terhadap cadar yang saya pakai,” ucapnya.
“Mereka mengatakan bahwa ini adalah kasus spesial dan mereka pribadi tidak melarang dan faham bahwa prinsip saya bersinggungan dengan hak prerogatif (hak istimewa -red) saya kepada Tuhan kata mereka. Tapi mereka menjelaskan bahwa mereka tidak berwenang atas peraturan yang berlaku,” tambahnya.
Akhirnya, pihak kampus yang beralamat di Gedung HZ Jl. Harapan No 50 RT 014/07, Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta ini memberikan pilihan kepada Maya, jika dirinya ingin tetap sekolah di STIKIM, maka cadarnya harus dibuka saat berada di kampus.
...Atau jika saya memilih tetap mengenakannya, maka kemungkinan terpahit saya akan di keluarkan dan mereka akan mengembalikan administrasi yang terlanjur saya bayar, sebesar kurang lebih empat juta rupiah...
Tapi, jika Maya tidak memenuhi keinginan pihak kampus untuk mebuka cadarnya didepan banyak orang yang bukan mahramnya dan sangat bertentangan dengan Syari’at Islam tersebut, maka Maya akan dikeluarkan dari STIKIM.
“Pihak kampus memberikan pilihan yang intinya apabila saya mau mengikuti perkuliahan, maka saya harus membuka cadar," ujar Maya dengan suara lirih.
"Atau jika saya memilih tetap mengenakannya, maka kemungkinan terpahit saya akan di keluarkan dan mereka akan mengembalikan administrasi yang terlanjur saya bayar, sebesar kurang lebih empat juta rupiah,” ungkapnya.
sumber:
voa-islam.
entah ya....... aku juga kurang faham tentang masalah memakai "cadar" dalam agama Islam.
ReplyDelete