BAZZAR telah memberitakan dari Dihyah Al-Kalbi ra. katanya: Aku telah diutus oleh Rasulullah SAW dengan membawa sepucuk surat kepada Kaisar, Pembesar Romawi. Bila aku tiba di negerinya, aku terus mendatanginya, lalu aku serahkan surat itu kepadanya, sedang di sampingnya keponakannya yang berkulit merah, dan berambut lurus. Dia pun membaca surat itu yang berbunyi (Nas surat menyurat itu tersebut di dalam Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:83). “Dari Muhammad Utusan Allah, kepada Heraklius, Pembesar Romawi.”
Mendengar bunyi surat itu, Pembesar Romawi mulai marah, lalu menyanggah: “Surat ini tidak boleh dibaca sekarang!” dia menyeringai.
“Kenapa?” tanya Kaisar.
“Dia memulai dengan namanya dulu sebelum engkau. Kemudian dia memanggilmu dengan pembesar Rom, bukan Maharaja Rom!”.
“Tidak,” sambut Kaisar, “biar surat ini dibaca untuk diketahui isinya.”
Surat Nabi SAW itu terus dibacakan hingga selesai, dan setelah semua pengiring-pengiring Kaisar keluar dari majlisnya, aku pun dipanggil untuk masuk.
Bersamaan dengan itu dipanggilkan Uskup yang mengetahui seluk-beluk agama mereka. Kaisar lalu memberitahu Uskup itu, dan dibacakan sekali lagi surat itu kepadanya. “Inilah yang selalu kita tunggu-tunggu, dan Nabi kita Isa sendiri telah memberitahukan kita lama dulu!” jawab Uskup itu kepada Kaisar.
“Apa pendapatmu yang harus aku buat?” tanya Kaisar kepada Uskup.
“Kalau engkau tanya pendapatku, aku tentu akan mempercayainya dan akan mengikut ajarannya”, jawab Uskup dengan jujur.
“Tetapi aku jadi serba salah”, kata Kaisar, “Jika aku ikut nasihatmu, akan hilanglah kerajaanku!”
Kami pun keluar meninggalkan tempat itu. Dan kebetulan sekali, waktu itu, Abu Sufyan bin Harb sedang berada di Rom. Abu Sufyan dipanggil oleh Kaisar ke istananya dan ditanyakan tentang diri Muhammad SAW itu.
“Coba engkau beritahu kami tentang orang yang mengaku Nabi di negerimu itu?” tanya Kaisar.
“Dia seorang anak muda”, jawab Abu Sufyan.
“Bagaimana kedudukannya dalam pandangan masyarakat kamu, dia mulia?”.
“Tentang kedudukannya dan keturunannya, memang tiada siapa yang melebihi kedudukan dan keturunannya!” jawab Abu Sufyan jujur.
“Ini tentulah tanda-tandanya kenabian.” Kaisar berbisik-bisik kepada orang-orang yang di sampingnya.
“Bagaimana bicaranya, adakah dia selalu berkata benar?”
“Benar”, jawab Abu Sufyan. “Dia memang tidak pemah berkata dusta”.
“Ini lagi satu tanda-tandanya kenabian!” Kaisar terus berbisik-bisik kepada orang-orang yang mengiringnya itu. “Baiklah”, kata Kaisar lagi. “Orang yang rnengikutnya dari rakyatmu itu, adakah dia meninggalkan agamanya, lalu kembali semula kepadamu?”
“Tidak”, jawab Abu Sufyan.
“Ini lagi satu tanda-tandanya kenabian!” kata Kaisar pula. “Adakah terjadi peperangan di antara kamu dengannya?”
“Ada!” jawab Abu Sufyan.
“Siapa yang selalu menang?”
“Kadang-kadang dia mengalahkan kita, dan kadang-kadang kita mengalahkannya”, jelas Abu Sufyan.
“Ini lagi satu tanda-tanda kenabian!” kata Kaisar Romawi itu.
Berkata Dihyah Al-Kalbi ra. seterusnya: Maka aku pun dipanggil oleh Kaisar Romawi itu, seraya dia berkata kepadaku: “Sampaikanlah berita kepada pembesarmu itu, bahwa aku tahu dia memang benar Nabi”, dia menunjukkan muka yang sungguh benar dalam kata-katanya. “Tetapi apa daya”, katanya lagi, “aku tak dapat buat apa-apa, kerana aku tidak bersedia ditumbangkan dari kerajaanku!” Kata Dihyah Al-Kalbi ra. yang menghayati semua peristiwa ini.
sumber:
islampos.com