Thursday, July 25, 2013

Benarkah Tidak Boleh Shalat Setelah Witir

Meyakini bahwa tidak boleh shalat sunnah di malam hari sesudah shalat witir berjamaah di masjid adalah keyakinan yang salah. Sehingga seseorang meninggalkan shalat bersama imamnya saat imam masuk shalat Witir karena ingin menghidupkan malamnya dengan shalat-shalat sunnah. Ia merasa bahwa setelah shalat witir tidak boleh lagi shalat sunnah.


Ada kasus nyata, seorang imam shalat Tarawih sesudah mengimami sampai 8 rakaat ia meminta agar digantikan oleh yang lainnya untuk mengimami witir. Ia pulang (tidak shalat witir bersama jamaah) dengan alasan witirnya nanti malam. Karena ia ingin menambah bilangan shalat malamnya. Ia meyakini, setelah shalat witir tidak boleh lagi melaksanakan qiyamullail (shalat sunnah) sesudahnya.

Keyakinan ini tidak benar. Dalilnya adalah hadits yang dikeluarkan Imam Muslim dari Abu Salamah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha tentang shalat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau menjawab, “beliau shalat 13 rakaat; beliau shalat delapan rakaat lalu witir. Kemudian shalat dua rakaat dalam keadaan duduk. Apabila beliau hendak ruku’ maka beliau berdiri lalu ruku’. Kemudian beliau shalat dua rakaat antara Adzan dan Iqamah untuk shalat Shubuh.”

Dalam Musnad Ahmad, dari Abu Umamah Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam shalat dua rakaat sesudah witir dengan cara duduk. Beliau membaca di dalamnya إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ (surat Al-Zalzalah) dan قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (Surat Al-Kafirun).

Dalil penguat yang lainnya adalah pesan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada sejumlah sahabat agar mengerjakan witir sebelum tidur karena dikhawatirkan tidak bangun di waktu malam.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:

أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَبِالْوِتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَبِصَلَاةِ الضُّحَى فَإِنَّهَا صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ

“Kekasihku Shallallahu 'Alaihi Wasallam mewasiatkan kepadaku untuk berpuasa tiga hari dari setiap bulan, shalat witir sebelum tidur, dan dari shalat Dhuha, maka sungguh itu adalah shalatnya awwabin (shalatnya orang-orang yang banyak taat kepada Allah).” (HR. Ahmad dan Ibnu Huzaimah. Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib)

Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لَا يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ لِيَرْقُدْ وَمَنْ طَمِعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

“Siapa di antara kalian yang khawatir tidak bangun di akhir malam hendaknya ia witir di awal malam, lalu ia tidur. Dan siapa di antara kalian yang yakin benar bisa bangun di akhir malam maka hendaknya ia berwitir di akhir malam. Sebab, bacaan di akhir malam dihadiri Malaikat dan lebih utama.” (HR. Muslim, Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Adapun sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikan witir sebagai akhir shalat malammu,” (Muttafaq ‘Alaih dari hadits Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma). Makna hadits ini dibawa kepada anjuran. Siapa yang ingin shalat lagi sesudah witir tersebut itu dibolehkan dengan syarat tidak witir lagi di malam itu. Ia shalat dua rakaat, dua rakaat saja. Karena tidak ada dua witir dalam satu malam, (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Nasai dan lainnya).
Wallahu A’lam.

Sumber:
PurWD/voa-islam