Lalu kriteria apa saja yang patutu dan pantas untuk ditaati oleh umat islam itu sendiri, Anda bisa menyimak kajian di bawah ini yang semuanya berdasarkan Al-Qur'an, sedangkan dalil hadist akan segera menyusul kemudian saja sobat ya.
Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian."
(QS. An Nisaa’ [4]: 59)
Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian."
(QS. An Nisaa’ [4]: 59)
Dua ayat ini adalah ayat yang sering kita dengar dan digunakan oleh banyak orang dalam rangka mewajibkan masyarakat untuk taat kepada pemerintah Republik Indonesia ini.
Oleh karena itu perlu kiranya kita meninjau kembali atau meluruskan posisi ayat ini secara proporsional dalam kehidupan nyata di negeri ini.
Mari kita pahami siapa orang-orang yang beriman dalam ayat tersebut dan kaitannya dengan realita Pemerintahan Republik Indonesia ini, mari simak tinjauan ayatnya lebih dalam lagi.
Tinjauan ayat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian."
(QS. An Nisaa’ [4]: 59)
"Hai orang-orang yang beriman", ini adalah khithab (seruan) terhadap orang-orang yang beriman. "Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalangan kalian", maksud ulil amri di sini adalah ulil amri dari kalangan kalian, yaitu pemimpin muslim atau pemimpin yang mu’min, itu adalah pengertian sederhananya.
Jadi, pemimpin yang harus ditaati ─tentunya selain dalam maksiat─ adalah pemimpin muslim, karena Allah mengatakan "min kum" (dari kalangan kalian) setelah mengkhithabi "hai orang-orang yang beriman."
Orang yang beriman atau orang muslim yang berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma adalah orang yang beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut.
Berikut ini adalah penjabarannya, dalil Al-Qur'an
1. Allah SWT berfirman,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا
Artinya:
"Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka dia telah berpegang teguh pada al ‘urwah al wutsqa."
(QS. Al Baqarah [2]: 256)
Al ‘urwah al wutsqa adalah buhul tali yang amat kokoh, yaitu Laa ilaaha illallaah, artinya barangsiapa kafir kepada thaghut dan iman kepada Allah, maka dia itu adalah orang yang mengamalkan Laa ilaaha illallaah, orang yang sudah masuk Islam, karena pintu masuk Islam adalah dengan perealisasian Laa ilaaha illallaah sebagaimana ini adalah rukun Islam yang pertama.
Orang tidak dikatakan beriman, kecuali jika dia beriman kepada Allah dan kafir kepada thaghut.
Jika orang beriman kepada Allah tapi dia tidak kafir kepada thaghut, maka ia bukan orang yang beriman, ia bukan muslim. Itu berdasarkan nash Al Qur’an. Maka dari itu Allah dalam ayat ini mendahulukan kafir kepada thaghut "Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah" supaya tidak ada orang yang mengklaim behwa dirinya beriman kepada Allah padahal dia belum kafir kepada thaghut pada realita yang dia kerjakan.
2. Allah SWT berfirman,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Artinya:
Katakanlah (Muhammad): "Hai ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai arbaab (tuhan-tuhan) selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim."
(QS. Ali Imran[3]: 64).
Jadi, yang diserukan kepada ahli kitab adalah pengajakan untuk berkomitmen dengan Laa ilaaha illallaah, ibadah kepada Allah dan meninggalkan penyekutuan terhadap Allah SWT.
Di ujung ayat Allah menyatakan; "jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim", maksudnya jika mereka berpaling dan tidak mau meninggalkan para arbab itu, maka saksikanlah bahwa kami ini orang muslim dan kalian bukan orang muslim.
Berdasarkan ayat itu kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang tidak merealisasikan apa yang dituntut oleh ayat ini, yaitu ibadah hanya kepada Allah, meninggalkan sikap penyekutuan sesuatu dengan-Nya dan meninggalkan sikap menjadikan selain Allah sebagai arbaab, maka orang yang tidak mau meninggalkan hal itu adalah bukan orang muslim.
3. Allah SWT Berfirman,
فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya:
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhilah orang-orang musyrik itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah ditempat-tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang."
(QS. At Taubah [9]: 5)
Nah, sekarang Taubat dari apa ini sebenarnya?
Taubat dari kemusyrikan dan segala kekafiran… Yang maksudnya adalah Allah SWT melarang kaum muslimin untuk melakukan pembunuhan, pengepungan dan pengintaian apabila orang-orang itu sudah taubat dari segala kemusyrikan dan kekafiran, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, berarti orang muslim itu tidak boleh diganggu.
Maka orang yang tidak taubat dari kemusyrikannya berarti dia itu bukan orang muslim.
4. Allah SWT berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
Artinya:
"Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian satu agama."
(QS. At Taubah [9]: 11)
Jika mereka bertaubat (dari kemusyrikannya), maka mereka adalah saudara satu agama, maksudnya mereka itu orang-orang muslim, karena sesama muslim adalah saudara, sebagaimana dalam surat Al Hujurat [49]: 10 :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara."
(QS. Al Hujurat: 10)
Berarti jika sebaliknya, dia tidak mau meninggalkan kesyirikannya meskipun dia shalat, zakat, dan melakukan ibadah lainnya, maka dia bukan ikhwan fiddin (saudara satu agama) dan berarti dia bukan orang mu’min, karena ukhuwah imaniyyah itu tidak terlepas dengan dosa-dosa biasa, akan tetapi dengan kesyirikan dan kekufuran.